“Jangan Tanyakan Apa
Yang Negara Perbuat Untuk Anda, Tetapi Tanyakanalah Apa Yang Anda Perbuat Untuk
Negara”.
Pernyataan
Ini sering dilontarkan dan populer dalam pidato mantan presiden Amerika Sarikat
John. F. Kennedy, agar tumbuh kembangnya kecintaan rakyat Amerika untuk Negara ketika
itu. Kendati, doktrin kecintaan pada
negara ini bukan aseli dari Kennedy, tetapi dari filsuf Marcus Tullius Cicero
(3 Januari 106 sM - 7 Desember 43 sM). Cicero adalah orator dan negarawan
Romawi Kuno yang umumnya dianggap sebagai ahli pidato dan prosa. Pernyataan ini
memiliki relevansi dengan kondisi bangsa Indonesia, tentunya Aceh saat ini, pasca
12 tahun perdamaian dan 72 tahun kemerdekaan indonesia.
Agustus
menjadi Bulan paling bersejarah bagi lahirnya bangsa indonesia dan masyarakat Aceh
khususnya. Tanggal 15 Agustus menjadi saksi bisu perdamaian Aceh, setelah 32
tahun berkonflik, konflik Aceh di akhiri dengan penandatangani perdamaian Mou
Helsinki di Firlandia. Barangkali semua kita kepicut bertanya entah kenapa harus
tanggal 15 Agustus dijadikan sebagai hari Perdamaian Aceh dan Republik
Indonesia. Karena dua hari berselang berikutnya, tepatnya tanggal 17 Agustus menjadi hari kemerdekaan Republik
Indonesia. Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak luput juga dari kegigihan
perjuangan dan dedikasi bangsa Aceh dalam memukul mundur para penjajah Belanda.
15
tahun perdamaian Aceh dan 74 tahun
kemerdekaan indonesia. Kado terindah masih menyisahkan tingginya angka kemiskinan, pengangguran dan
ketimpangan sosial yang terus mengembang tanpa kutup penyelamat bagi seluruh
lapisan masyarakat, semua kalangan menuai kritikan dan sarkasme ditengah
carut-marut sistem perekonomian dan pembangunan Aceh saat ini. Badan Pusat
Statistik (BPS) Aceh merilis profil kemiskinan di daerah ini. Pada Maret 2017,
jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah Garis Kemiskinan) di Aceh mencapai 872 ribu orang (16,89 persen),
bertambah sebanyak 31 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada
September 2016 yang jumlahnya 841 ribu orang (16,43 persen). Selama periode
September 2016-Maret 2017, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan
perdesaan mengalami peningkatan, di perkotaan mengalami peningkatan
sebesar 0,32 persen (dari 10,79 persen
menjadi 11,11 persen), dan di daerah perdesaan mengalami peningkatan 0,57
persen (dari 18,80 persen menjadi 19,37 persen).
Pengangguran Dan
Darurat Narkoba
Pada
kenyataannya Aceh dikenal sebagai daerah yang kaya dan subur. Meskipun
sebaliknya dengan segudang kekayaaan, oleh karena ketimpangan arah pembangunan dan
kebijakan ekonomi yang tidak setabil membuat kondisi perekonomian Aceh berada
dalam kondisi terpuruk. Parahnya lagi, tingkat pengangguran yang setiap
tahunnya terus bertambah. Pengangguran (unemployment)
merupakan kenyataan yang dihadapi tidak saja oleh negara-negara sedang
berkembang (developing countries),
akan tetapi juga negara-negara yang sudah maju (developed countries). Secara umum, pengangguran didefinisikan
sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan
kerja (labor force) tidak memiliki
pekerjaan dan secara aktif sedang mencari pekerjaan (Nanga, 2001).
Keberadaan
pengangguran akan mengakibatkan pada sebuah situasi yang sulit dalam semua
aspek global. Tingkat persaingan yang kompetitif belum terasosiasi dengan baik.
Sehingga terbentuk komunitas-komunitas yang rentan akan munculnya berbagai
penyimpangan (deviasi) dalam
masyarakat, berbagai tindakan heroik dengan alasan hanya ingin keluar dari
garis kemiskinan demi mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik (Good Live) memunculkan keberanian para
generasi muda saat ini untuk mendapatkan kekayaan materil secara praktif sehingga
terlibat dalam berbagai jaringan peredaran narkoba di indonesia.
Ketidak
pastian dalam mendapatkan sebuah pekerjaan menjadi sebuah alasan yang Valid bagi para gembong jaringan Narkoba
Aceh. keterlibatan dan ketergantungan Narkoba yang menhampiri semua kalangan.
Menjadi sebuah kondisi yang serba
ketakutan dan mencekam bagi bangsa ini. Semuanya terserang dengan sendirinya
tak terkecuali pelajar, pemuda, orang tua bahkan para wanita.
Berperang Kembali
Sepintas
perjuangan pasca 12 tahun perdamaian dan 72 tahun Indonesia merdeka. Bukan suatu
hal yang mudah dalam meraihnya, ribuan manyat terkorbankan dan ribuan lainnya
menjadi korban tindak kekerasan. Para pahlawan sudah tiada mereka sudah kembali
pada sang khalik, mereka hanya menitipkan Semangat dan dedikasi berjuang, berperang melawan
penjajah. Apa yang mereka lalui barangkali tidak akan pernah terulang kembali
seperti perjalanan mereka.
Persoalan
Narkoba menjadi kekhawatiran serius bagai negara-negara berkembang didunia.
Termasuk indonesia. Seiring perkembangan teknologi, dalam konteks ke
Indoneisiaan narkoba menjadi penjajah yang merusak tatanan kehidupan berbangsa.
Persenjataan yang canggih bukanlah sebagai satu-satunya alat memerangi melawan
narkoba. Pendidkan yang tinggi pun belum tentu menjamin memanusiakan manusia
melawan narkoba. Hanya sanya perlu penyamaan persepsi dengan kesadaran kolektif
atau gerakan sosial (sicial current)
dari semua elemen masyarakat demi memberantas melawan narkoba.
Akankah
para generasi muda berani untuk maju berada di garis terdepan Berperang melawan
narkoba. 74 tahun indonesia merdeka tidak ada lagi yang perlu di perjuangkan
selain berjuang demi keluar dari ketergantungan pasar narkoba. Meskipun ini
sulit dan susah untuk kita lakukan. Namun ini adalah sebuah capaian kemerdekaan
diera postmodern saat ini.
Disaat
negara lain mampu berbuat kenapa kita tidak. Bukankah kita punya kekuatan yang
besar dari ribuan suku yang ada. Kita semua berharap momentum hari kemerdekaan
bukanlah sekedar kemegahan seremionial belaka. Akan tetapi masih banyak hal
yang perlu kita perbaiki bersama. Tugas kita bukan hanya menjadi tukang kritik
tanpa mengurangi berbagai beban dan persoalan yang dipikul negara. Namun, mari
kita lakukan apa yang bisa kita lakuakan untuk negara demi kemajuan bangsa ini
yang bebas dari narkoba (Say No To Drug).
Oleh
: Rizki Yunanda Al-Rizy
Mahsiswa
Magister Sosiologi USU/Anggota KDAU
Rizkiyunanda@gmail.com