Oleh : Rizki Yunanda
Indentitas
atau kelompok etnik merupakan permasalahan fundamental bagi seluruh penduduk
dunia, tidak terkecuali indonesia. Sebagai negara kepulauan, yang memiliki
17000 pulau dan didiami oleh 1.340 suku tersebar di sejumlah wilayah nusantara
mulai dari Sabang Sampai Maroke. Keanekaragaman suku memang memformulasikan kebudayaan
tertentu sebagai perbedaan. Melalui perjalanan sejarah, berbagai proses
penghidupan manusia telah melahirkan kesepahaman yang hakiki untuk saling
mengenal, berbagi dan memahami diantara sesama. Mencermati sejarah bangsa ini
dengan lika-liku perbedaan budaya (culture)
dan kearifan lokal telah mencapai kesepakatan sebagai modal sosial untuk
menangkal isu perpecahan (destruction)
diantara jurang pemisah antar sesama.
Perkembangan
teknologi telah merubah iklim dunia terhadap penggunaan media sosial yang berdampak
pada isu kekerasan, deskriminasi dan sikap intoleran. Arus global telah
mewarnai pemikiran dan klaim kebenaran oleh kelompok tertentu. Seolah kebenaran
adalah milik suatu golongan saja. ditengah kedamaian masyarakat multikultural,
pertentangan idiologi negara mengejutkan banyak kalangan dan ketakutan akan
berakibat pada menghambatnya arah pembangunan hingga Keprihatinan keretakan
bangsa yang telah utuh hampir se abad lamanya.
Multikulturalisme
dapat dimaknai sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa
kelompok-kelompok etnik atau budaya (ethnic
and cultural groups) dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip coexistence yang ditandai oleh kesediaan
menghormati budaya lain. Multikulturalisme juga merupakan sebuah formasi sosial
yang membukakan jalan bagi dibagunnya ruang-ruang bagi identitas yang beragam
dan sekaligus jembatan yang menghubungkan ruang-ruang itu untuk sebuah
integrasi (Sparingga, 2003).
Sebagai
bangsa yang besar, kita memiliki banyak budaya yang bisa dijadikan modal dan
indentitas benteng pertahanan dalam menjaga keutuhan keberagaman bangsa. Kita
terkenal dengan sikap keberagaman yang hidup secara damai tanpa ada perselisihan,
penuh dengan nilai-nilai kebudayaan yang dapat dicontohkan oleh bangsa-bangsa
lain. Betapa tragisnya sejarah negara-negara di timur tengah yang hancur akibat
konflik persaudaraan, perbedaan etnik dan suku sehingga menelan banyak korban.
Membuka Ruang Interaksi
Interaksi
sosial adalah hubungan timbal balik yang berlangsung dinamis antar individu
dengan individu dan individu dengan kelompok didalam masyarakat. Dinamis dalam
artian hubungan antar warga masyarakat, Proses interaksi terjadi melalui adanya
komunikasi dan kontak sosial antar warga. Kontak sosial terjadi antar individu
yang saling memberi aksi dan reaksi. Sehingga membentuk masyarakat yang saling
menunjukkan sikap toleran dan menerima perbedaan.
Interaksi
sosial membuka bagian yang tertutup selama ini dari kebutuhan hidup manusia
dalam melangsungkan kehidupannya. Interaksi bisa juga dikatakan sebagai perekat
keberagaman. karena keberagaman adalah indentitas bangsa yang dapat dijadikan
sebagai modal sosial untuk mempertahankan idiologi bernegara.
Perbedaan
suku, bangsa, ras, bahasa dan kepercayaan adalah dampak positif dari kekayaan
budaya bagi keberlangsungan hidup dalam bernegara. Keberagaman budaya dapat diklaim
kepunyaannya oleh seluruh warga negara tidak terkecuali daerah tertentu. Sehingga
semua rakyat memiliki hak yang sama tanpa mendominasi diantara yang lainnya. Ketika
semua rakyat punya rasa memiliki (sense
of belonging). Jika suatu budaya di klaim atau dilecehkan oleh negara lain maka
semuanya akan melakukan perlawanan secara bersama-sama.
Refleksi
interaksi antar budaya didalam masyarakat akan menutup sikap kekerasan,
deskriminasi dan intoleran. Dialog antar warga secara kontinu menghasilkan
jalinan pemikiran dan pemaknaan terhadap segala perbedaan dalam
menginterpretasikan nilai-nilai ajaran agama, untuk tidak saling menyalahkan. Walaupun
ketentuan agama tetap berada dan patuh pada poros kenyakinan masing-masing.
Selebihnya tetap mempertimbangkan perbedaan sebagai rahmat tuhan bahwa kita
hidup sebangsa dan setanah air.
Kearifan
lokal dan kekayaan budaya tanpa menginternalisasi proses interaksi dengan baik,
tidak juga menghasilkan sikap keberagaman dan toleran. Masyarakat hidup dalam tantangan global,
ruang publik yang terbatas mejadi alasan banyak orang seiring semua hal dijangkau
dengan media dan teknologi. Masyarakat kian hidup secara heterogen, para pelaku
budaya cendrung memisahkan diri untuk berekspresi.
Dalam
masyarakat multi-etnis dan multikultural interaksi sosial acap kali terputus,
sehingga mudah terjadi gesekan antar warga. Masyarakat giat dengan sangkaan (prajudice), tuduhan tersebut berakibat pada
munculnya kekerasan, deskriminasi dan sikap intoleran. Persoalan keagamaan dan
kemasyarakatan sarat dengan implikasi-implikasi konflik yang konpleks dan
rumit. Jika proses interaksi tidak terbuka secara merata dalam lingkungan
masyarakat, konflik tetap hidup seperti api dalam sekam, nantinya muncul seketika
dan merusak tatanan kebhinekaan.
Peran Pemuka Agama
Indonesia
adalah negara PANCASILA berkonsep “ketuhanan yang maha esa” sehingga agama
punya peran terhadap semua penderitaan dan permasalahan yang terjadi dinegara
ini. meminjam istilah Karl Marx agama adalah candu, marx menjelaskan bahwa
tidak ada alasan lain bagi siapa pun bahwa orang harus menganut agama karena
penderitaan dan penindasan.
Keyakinan
Marx ini, berangkat dari kritik agama Feurbach yaitu bahwa agama adalah
institusi alienatif. Berangkat dari hal ini Marx yakin bahwa orang menganut
agama karena penderitaan dan penindasan dalam hidupnya. Penindasan yang
dipahami oleh Marx adalah suatu perilaku eksploitatif-ekonomistik, di mana
manusia hanyalah objek yang bisa dimanfaatkan demi kepentingan sesuatu (Frans
Magnis Suseno, 2000: hlm 73).
Agama menjadi penentu dari semua
sikap kekerasan, deskriminasi dan intoleran terhadap sesama pemeluknya dan selain
pemeluknya. Tidak ada agama yang mengajarkan untuk saling bermusuhan dan
melakukan kekerasan. Namun, peran sentral dari agama adalah para pemuka atau
pemangku agama yakni para ulama, biksu,
pendeta dll mereka yang memiliki kontribusi dan pengabdian untuk memperkokoh
para ummat beragama untuk selalu berada di jalan tuhan. Tanpa mengajarkan
permusuhan dan kekerasan.
Masyarakat indonesia dari dulu bertahan
dengan kearifan lokal sebagai modal sosial melalui pesan para pemuka agama
untuk saling menghargai, menghormati seluruh kearifan lokal yang dimiliki antar
sesama. Untuk itu Pemuka agama punya tugas yang berat dalam mengarahkan ummatnya
untuk berada dijalan yang benar dan bagaimana menginterpretasikan kebenaran.
Peran
pemuka agama bukan hanya pada persoalan yang sakral. Apalagi ditengah rezim
yang serba ketakutan. Mereka sebagai orang yang sangat dihormati, dipatuhi dan
berkedudukan tinggi. Tentunya menjadi suatu persoalan apabila salah mengambil
sikap terhadap kebijakan-kebijakan hukum yang bersifat perintah atau anjuran. Tugas
ini memang bukan hanya dilakukan oleh para pemuka agama saja. Semua pihak dan
stakholder punya tanggung jawab bersama, keterlibatan untuk bertindak secara
cepat demi menyelamatkan generasi selanjutnya agar tidak saling membenci,
memusuhi dan perpecahan bangsa.
Rizki Yunanda,
S.Sosio
Penggiat
Sosial Dan Politik
No comments:
Post a Comment